Sejarah Desa Karang Anyar Kecamatan Kwanyar
Sejarah Bangsa yang baik tidak akan pernah melupakan sejarah. Begitu juga dengan desa Karang Anyar ini. Memiliki sejarah yang erat dengan kisah Jaka tarub yang telah melegenda. Jaka Tarub disebut sebagai orang pertama yang datang berkunjung, menetap, dan membangun desa ini. Kisah Jaka Tarub ini turut serta dalam melatar belakangi asal usul nama di desa Karang Anyar, mulai dari dusun Karang Rabeh, Karang Tanjung, hingga Cangkreng, baik Barat maupun Timur.
Asal Usul Nama
Ds. Karang Anyar Selalu ada kisah yang menjadi latar belakang sebuah nama.
Begitu juga dengan asal usul nama desa Karang Anyar. Menurut penuturan beberapa
narasumber. Kisah ini dimulai dari sebuah kepercayaan yang diyakini oleh
masyarakat sekitar. Terdapat sebuah sumber mata air bernama “Sumber Karang”
yang berada di dusun Cangkreng Timur dan dipercaya sebagai tempat pemandian
bidadari dari bangsa Jin. Sumber Karang terus menerus mengeluarkan air hingga
meluap, menyebabkan desa ini kerap kali tertimpa banjir setiap musim penghujan
turun. Kemudian, Jaka Tarub menyarankan untuk menutup lubang pada Sumber Karang
tersebut dengan sebuah “gong”. Sejak lubang tersebut ditutup, lokasi tersebut
berubah menjadi sumber mata air warga desa, dan desa pun terbebas dari banjir.
Maka, setiap mendekati musim penghujan, warga desa berbondong-bondong
mengadakan ritual yaitu dengan berjalan menuju sumber mata air sambil membawa
tumpeng beserta berbagai lauk-pauk. Setelah berdoa, nasi tumpeng beserta
lauk-pauk dimakan bersama. Hal ini dilakukan sebagai perwujudan rasa syukur
terhindar dari banjir dan sumber air yang melimpah. Dengan demikian. Asal kata
“Karang” diambil dari nama Sumber Karang dan kata “Anyar” merupakan bahasa
Madura yang berarti “baru”. Sebab, desa ini merupakan desa baru. Dsn.Karang
Rabeh Latar belakang pemberian nama dusun Karang Rabeh disebabkan oleh
mayoritas penduduk yang menikah dengan pendatang atau seorang pendamping baik
laki-laki maupun perempuan yang berasal dari desa lain, dan dibawa ke desa
Karang Anyar. Inilah yang menjadi asal nama Dsn. Karang Rabeh yaitu kata
“Karang” diambil dari Sumber Karang mengikuti nama desa Karang Anyar, dan kata
“Rabeh” berasal dari kata “olena ngebe” berarti membawa. Dsn.Karang Tanjung
Berasal dari cara berpakaian Jaka Tarub dan istrinya, si bidadari yang “ajung
penjung” yaitu hanya menggunakan selembar kain yang dililitkan ke tubuh disebut
“sarung” untuk pria, dan “sewek” dalam bahasa jawa, dan samper untuk wanita.
Cara berpakaian tersebut digunakan oleh penduduk hingga sekarang, meski
penduduk saat ini telah mengikuti perkembangan jaman dalam berpakaian. Dsn.
Cangkreng Nama dusun Cangkreng berasal dari kata “cah” atau “cangkreng” yang
berarti cangkir sebagai tempat penampung air. Seorang sesepuh menggali tanah
sekitar 1meter sebagai perairan. Sehingga, di dusun Cangkreng terdapat banyak
“sok-sok’’ yang berarti kali.
Kisah Rakyat
Kisah rakyat Jaka Tarub dan sang bidadari yang terkenal berasal dari Jawa
barat, juga terdapat di desa ini. Keduanya memiliki alur cerita yang sama.
Bahkan, kekuatan dari cerita ini mampu mempengaruhi pembuatan nama desa, dusun,
tanah, kepercayaan, hingga menciptakan suatu mitos. Menurut penuturan dari
narasumber, terdapat berbagai peninggalan Jaka Tarub dan istrinya yang tersebar
di Madura. Desa Karang Anyar juga mempunyai mitos yang berkembang di
masayarakat. Masyarakat meyakini sumber mata air menjadi tempat pemandian
bidadari nan cantik jelita dari kahyangan yang kemungkinan berasal dari bangsa
Jin. Kemudian, suatu hari Jaka Tarub mencuri selendang milik bidadari yang
memiliki paras ayu. Ia menyembunyikan selendang tersebut didalam lumbung beras.
Bidadari tersebut kemudian dinikahniya, dan mereka memiliki seorang anak. Si
bidadari melarang Jaka Tarub membuka penutup wadah nasi disebut kendil ketika
ia sedang menanak nasi. Ia juga berpesan agar Jaka Tarub menjaga apinya tetap
menyala. Akan tetapi, ia melangggarnya sebab penasaran. Ia pun membuka penutup
kendil tersebut dan terkejut melihat isi didalamnya, hanya setangkai padi.
Kemudian, ketika si bidadari telah kembali dan membuka penutup kendil, ia
menjadi bingung sebab padi yang sedang dimasak tidak lekas matang seperti
biasa. Lantas ia bertanya pada Jaka tarub, dan Jaka tarub pun mengaku bahwa ia
telah membuka penutupnya. Istrinya pun kecewa, sebab ia tidak dapat dipercaya.
Kemudian, si bidadari, mengambil setangkai padi yang berada di lumbung beras
untuk dimasak. Ia pun terkejut menemukan selendangnya berada di dalam lumbung.
Lalu, ia memutuskan untuk kembali ke kahyangan dan meninggalkan anak dan Jaka
Tarub. Sebab, ia tidak menyukai seorang pembohong. Jaka Tarub dan si anak
bersedih. Si anak tak hentinya menangis sebab haus dan membutuhkan Asi.
Kemudian, Jaka Tarub membanting atau “etapor” dalam bahasa Madura kendil dan
hancurlah kendil tersebut. Oleh sebab itu, di desa Karang Anyar terdapat tanah
yang disebut dengan Tanah Penaporan, berasal dari kata “etapor” dibanting.
Peninggalan Jaka
Tarub Kisah Jaka Tarub meninggalkan beberapa peninggalan yang diyakini
kebenarannya oleh masyarakat yaitu rumah yang menjadi tempat persinggahan Jaka
Tarub berada di desa Karang Anyar. Kemudian, sabuk/ikat pinggang si bidadari
terjatuh ketika ia kembali ke kahyangan, kini berada di desa Bunyaleb, Tanah
Merah. Peninggalan lainnya adalah “duko” merupakan sebuah kendil yang digunakan
untuk menanak nasi. Anak dari Jaka Tarub dan si Bidadari dikebumikan di desa
Patengteng,Kec.Modung, dan makam Jaka Tarub berada di Jl.Jaka Tarub
ds.Mindres,Kec.Modung.
Mitos yang ada
di desa ini masih berhubungan erat dengan kisah Jaka Tarub dan si bidadari.
Menurut penuturan narasumber, si bidadari pernah berpesan kepada seorang
sesepuh desa bahwa ia berharap keturunan dari desa Karang Anyar tidak cantik,
tidak tampan, dan juga tidak jelek. Tujuannya, jika si gadis cantik jelita agar
tidak dibawa keluar dari desa, dan jika si pria tampan agar tidak menjadi
seorang pembohong sepertihalnya Jaka Tarub. Oleh sebab itu, sebagian masyarakat
meyakini alasan penduduk asli desa Karang Anyar ini tidak ada yang cantik
jelita ataupun tampan.
Bahasa Warga desa
Karang Anyar yang mayoritas penduduk merupakan warga asli Madura menggunakan
bahasa Madura sebagai bahasa komunikasi utama dalam sehari-hari, mulai dari
anak-anak hingga dewasa. Hanya terdapat beberapa warga yang menggunakan bahasa
Jawa sebab merupakan pendatang, baik karena melakukan pernikahan kemudian
menetap di desa ini, ataupun karena pekerjaan. Faktor inilah yang kemungkinan
menjadi alasan kurangnya kemampuan masyarakat dalam berkomunikasi menggunakan
bahasa Indonesa, termasuk dalam pendidikan, murid cenderung lebih memahami
penjelasan yang disampaikan guru dengan bahasa Madura.
Komentar
Posting Komentar