"DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DAN OUTDOR LEARNING BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN BENDA-BENDA KONKRIT SEDERHANA"

"DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DAN OUTDOR LEARNING BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN BENDA-BENDA KONKRIT SEDERHANA" 

Suasana Outdor Learning

Perubahan kurikulum yang dimulai pada tahun 2013 menyebabkan permasalahan-permasalahan muncul dalam perangkat pembelajaran. Kurangnya sosialisasi Kurikulum 2013 dan proses transisi kurikulum yang jelas, menimbulkan sebagian besar guru kurang memahami bagaimana cara mengaplikasikan kurikulum tersebut. Hal ini menyebabkan guru tidak memiliki acuan yang jelas, sehingga perangkat pembelajaran yang ada menjadi kurang maksimal, seperti silabus yang baru dibuat, format penulisan RPP, dan penilaian yang baru didapat oleh guru ketika kegiatan belajar mengajar sudah dimulai. Hal-hal tersebut kemudian yang melatar belakangi perubahan kurikulum kembali ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun, mesipun sudah kembali ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) realitanya masih ada sekolah yang menngunakan Kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar, atau bahkan menggunakan keduanya. Hal ini semakin memperparah kerancuan dalam perangkat pembelajaran di sekolah. Akibatnya, pelaksanaan proses pembelajaran cenderung menggunakan metode konvensional atau metode ceramah.


Suasana DKB dan Outdor Learning
Permasalahan lain adalah berkaitan dengan proses belajar mengajar didalam kelas. Dari informasi yang didapatkan bersumber guru atau wali ,beberapa siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru, namun disisi lain banyak siswa yang asik bermain, menjaili teman, gaduh, dan berlarian didalam kelas. Ketika guru meminta perhatian mereka dan mengajak bermain, antusias mereka tinggi, namun ketika berkaitan dengan materi yang dijelaskan mereka cenderung pasif, dari informasi yang dijelaskan oleh guru, kelompok KKN 96 menarik kesimpulan kemungkinan siswa merasa bosan dan ingin belajar dengan cara baru yang mereka senangi.

Ketika siswa sedang bersama Kelompok KKN 96 perilaku yang mucnul adalah sikap susah diatur, selalu harus dituruti jika mengajak bermain, dan selalu gaduh. Dari pengamatan yang dilaukan, permasalahan lain adalah dari aspek lingkungan diperoleh dua faktor yaitu kultur dan pola asuh orang tua. Faktor kultur berupa kondisi dimana budaya yang melekat dimasyarakat desa cenderung menitik beratkan pada pelajaran agama dan cenderung mengesampingkan pelajaran umum. Contohnya, waktu siswa untuk belajar agama adalah 80% per hari, ini diluar waktu normal karena dalam fase liburan. Masyarakat pada umumnya lebih memfokuskan pada pelajaran agama, seperti ketika dirumah, siswa mengulas pelajaran hanya pada pelajaran agama saja. Jarang ditemukan kelompok belajar yang khusus untuk pelajaran umum atau sekolah.

Faktor selanjutnya adalah pola asuh orang tua, sejalan dengan lingkungan, pola asuh orang tua mayoritas didesa adalah memfokuskan anak untuk belajara agama, jarang sekai orang tua yang menemani atau mengharuskan anaknya untuk mengulas pelajaran umum yang didapat disekolah, selian itu sebagian waktu beberapa anak digunakan untuk membantu orang tua mengurus adik atau yang lainnya. 

Suasana Outdor Learning

Dari pemaparan tersebut diatas kami menerapkan metode pembelajaran outdor learning yang berupa olahraga, serta bermain sambil belajar ( outdor learning ) yang merupakan bagian dari intervensi sekaligus untuk menarik minat belajar siswa. Berdasarkan informasi dari guru dan observasi yang dilakukan mengenai sikap siswa yang cenderung sulit mandiri dan fokus, outdoor learning bertujuan untuk mengembangkan kemandirian dan tingkat fokus siswa.


Hasil dari intervensi yang dilakukan, banyak kemajuan yang di alami oleh siswa dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Dalam kemampuan membaca yang awalnya siswa mengalami hambatan berupa pemahaman bacaan yang rendah, kurang dalam mengeja, makna bacaan, pelafalan huruf konsonan yang mati tengah atau akhir, dobel “g”, siswa sudah mampu melaksanakan tugas yang diberikan melalui post test dan menunjukkan kemajuan yang lumayan.

Selanjutnya dalam kemampuan menulis, yang awalnya salah penulisa, kesulitan saat menulis melalui dikte, dan beberapa huruf yang kurang ketika menuliskan kata atau kalimat, hanya saja tinggal merapikan tulisan. Sedangkan dalam kemampuan berhitung, yang awalnya dalam hal perkalian, pembagian yang masih menggunakan garis-garis atau jari tangan, sudah mampu menghitung dengan rumus atau cara perkalian bersusun,poro gapit, dan menghitung dengan cara cepat menggunakan jari, selain itu siswa juga sudah mampu mengerjakan soal operasi hitung yang lebih sulit dibandingkan dengan soal pre test.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

" BERSIH-BERSIH MASJID DESA KARANG ANYAR"

PELATIHAN RE-PACKAGING, PEMASARAN, DAN INOVASI ABON “LORJUK”

“ SOSIALISASI BAHAYA SERTA PENGENDALIAN PENYULUHAN BAHAYA NARKOBA DAN ZAT ADIKTIF”